WELCOME COLLECTORS FROM ALL OVER THE WORLD
SELAMAT DATANG KOLEKTOR INDONESIA DAN ASIAN
AT DR IWAN CYBERMUSEUM
DI MUSEUM DUNIA MAYA DR IWAN S.
_____________________________________________________________________
SPACE UNTUK IKLAN SPONSOR
_____________________________________________________________________
*ill 001
*ill 001 LOGO MUSEUM DUNIA MAYA DR IWAN S.*ill 001
THE FIRST INDONESIAN CYBERMUSEUM
MUSEUM DUNIA MAYA PERTAMA DI INDONESIA
DALAM PROSES UNTUK MENDAPATKAN SERTIFIKAT MURI
PENDIRI DAN PENEMU IDE
THE FOUNDER
Dr IWAN SUWANDY, MHA
BUNGA IDOLA PENEMU : BUNGA KERAJAAN MING SERUNAI( CHRYSANTHENUM)
WELCOME TO THE MAIN HALL OF FREEDOM
SELAMAT DATANG DI GEDUNG UTAMA “MERDEKA
SHOWCASE :
Pameran Koleksi Sejarah Plat gramophone(piring hitam) Di Indonesia Sesudah perang dunia kedua 1945-1970
(The Indonesian’s Plate Gramophone Historic collections after WW II 1945-1970)
Frame One : Introduction
1. I have starting build the collections of Gramophone plate since study in hish school at Padang city West Sumatra in 1960.
2. Until this day in 2011 , I cannot found the complete informations about the Indonesian’s gramophone plate History, that is why I have made reasech about this topic in order to give the young generations about the development of music gramophone technology in the world since found by Mr Thomas Alfa Edison and when first arrived in Indonesia during The Dutch East colionial Era.
3. I will show my collections with information from that very rare and amizing historic collections, very lucky I had found vintage book of gramophone and also many info fram google explorations,especially from wikipedia ,for that info thanks very much.
4. Before I had done The exhibtion which divide into two parts, first before World War I and second Between WWI and WWII. all during Indonesia under Dutch east Indie Colonial time. and now lets look at the earliest Indonesia independence era 1945-1970.
5.The earliest Gramophone’s Plate in 19Th Century produced by Addison inc with very thick plate almost 4 times then now circa 1 cm,then became half centimer and latest 0,2 cm more thin,please look the comperative picture below:
First the mechanic gramophone look the promotion picture of His Mater Voice company below:
and later electric gramophone, still used gramophone needle look the needle promotion label below :
6.In Indonesia during Colonial time , the gramophone’s plate sold by the chinese marchant still the same until thee arliest Indonesia Independt era 1945-1970,many at Pasar Baru Market Batavia (Jakarta) please look the trader mark below :
7a. Before Indonesian Independent during Dutch East Indie(Ned.Indie) colonial-masa penjajahan hindia Belanda the earliest Indonesian record(rekaman piring hitam) had found by dr Iwan were BK Record,look the picture below
and the singer was Mis Riboeet with Tionghoa etnic song and arabic ehnic song,more info look at my collections in the frame one.
7b.I had found Some Indonesia Album record era 1945-1960 ,look below
1)Irama record made in India with song Djali Djali
Indonesia’s recording studios have increasingly diversified out of the template established by the country’s two largest recording companies, P.N. Lokananta (the national recording company of Indonesia) and Hidup Baru.
In contrast to the 1950s and 1960s, many studios today are no longer owned solely by producers, the Indonesia record before lokanata, produced by Irama Resords and made in India studio processing above , like MCG record by dutch Leow cooperations
also in Indonesia (Irama indonesian music co ltd) look below compare with above :
1) Irama Record
The other earliest Indonesian records company :
2) Bali Record Music Cooperation
3) Mesra Record Inc
4)Gedung Musik Nusantara Record Inc
5) Lokananta which not only music and po song also the Javanese Wayang ketoprak like Djaka Tingkir look below:
The Christian Songs, and aslo the special album were made by lokanata record for the present to the Bandung asia Africa conference in 1955.(More type still in reasrech)
8.The Indonesia edition Rolling stones Magazine, in 2007 had publish special edition about 150 Indonesian Best music and singers and from the table I had arragane a table beetween 1950-1970 look below :
Majallah Rolling stones Indonesia telah menerbitkan edisi khusus ke 32 Desember 2007 15o album musik dan penyayi Indonesia terbaik 1950-2007, daftra ini disususn olehkontributor Majalah Rolling Stone Indonesia, yaitu Denny MR (wartawan senior), Denny Sakrie (pengamat musik senior dan kolektor musik), David Tarigan (pendiri Aksara Records, kolektor musik) dan Theodore KS (pengamat musik senior). Daftar yang mereka susun dan terbitkan tersebut menuai berbagai macam kritik dan kontroversi dari para penggemar musik di Indonesia, dan dari daftar tersebut saya telah menyusun daftar musik dan penyanyi legendaris Indonesia 1950-1970 dibawah ini :
PENYANYI LEGENDARIS INDONESIA 1950-1990
1.ERA 1950-1960
47 1957 Papaja Mangga Pisang Jambu (kompilasi) Irama Records
2.ERA 1960-1970
18 1960 Lagu Gumarang Jang Terkenal Orkes Gumarang Mesra Records
32 1961 Semalam Di Malaya Saiful Bahri Irama Records
63 1962 Bubi Chen And His Fabulous 5 Bubi Chen Irama
62 1963 Eka Sapta Eka Sapta Bali Records
62 1963 Eka Sapta Eka Sapta Bali Records
37 1964 Oslan Husein Oslan Husein Irama Records
132 1964 Teluk Bayur Ernie Djohan Remaco
20 1965 Jang Pertama Dara Puspita Mesra Records
52 1966 Doa Ibu Titiek Puspa Irama
6 1967 To The So Called The Guilties Koes Bersaudara Mesra Records
4 1969 Dheg Dheg Plas Koes Plus Melody
21 1970 Koes Plus Volume 2 Koes Plus Dimitra
25 1969 Si Djampang Benjamin S. Melody
9. Sampai saat ini belum ada penelitian tentang penyanyi legendfaris 1945-1950 pada masa perang kemerdekaan, tetapi saya telah menemukan beberapa koleksi pada era ini yang dapat dijadikan acuan bagi penelitian lebih lanjut.
Until this dayI still couldnot foud the info about the research of Indonesian legendary music and singers during era Indonesian independent war 1945-1950, but I had found some collections during this era and can be the basic info for more future research .
10.Pameran ini tidak lengkap dan masih banyak kekurangannya sehingga koreksi dan saran serta tambahan informasi masih sangat diharapkan, sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
This exhibiton not complte and still found many wrong info that is why still need corections and sugestions from all Indonesian music record collectors, for more info and coreections thank you verymuch.
11.I hope all the collectors all over the world ,especially Indonesian Music Records plates ‘s will Collectors honor my copyright with donnot copy or tag this exhibitons without my permisssion,thanks.
Jakarta January 2011
Dr Iwan suwandy @ copyright 2011
Frame two :
Dr Iwan Collections
1.a. Era Penjajahan Belanda sebelum WWII (Dutch East India colonial Before 1942)BK RECORDS wit the singer Mis Riboeet,song Tionghoa ethnic song and Arabic ethnic song Jasidi. The Information of The first Indonesian singer record Miss Riboet from google exploration.
a) Kisah singkat Miss Riboet Orion
(a)versi satu
Iklan Dardanella.
Dua perkumpulan besar sandiwara berdiri pada 1925 dan 1926, Miss Riboet Orion dan Dardanella. Keduanya merajai dunia sandiwara kala itu. Mereka dikenal terutama karena pemain-pemainnya yang piawai berperan di atas panggung, cerita-ceritanya yang realis, dan punya seorang pemimpin kharismatik.
Kedua perkumpulan ini dikenal sebagai pembenih sandiwara modern Indonesia. Mereka merombak beberapa tradisi yang telah lazim pada masa stambul, bangsawan, dan opera, seperti: membuat pembagian episode yang lebih ringkas dari stambul, menghapuskan adegan perkenalan para tokoh sebelum bermain, menghilangkan selingan nyanyian atau tarian di tengah adegan, menghapus kebiasaan memainkan sebuah lakon hanya dalam satu malam pertunjukan, dan objek cerita sudah mulai berupa cerita-cerita asli, bukan dari hikayat-hikayat lama atau cerita-cerita yang diambil dari film-film terkenal (Oemarjati, 1971: 30-31). Rombongan sandiwara ini juga mulai menggunakan naskah untuk diperankan di atas pentas, menggunakan panggung pementasan, serta mulai mengenal peran seseorang yang mirip sutradara (pada masa itu lazim disebut programma meester, peran ini dimainkan oleh pemimpin perkumpulan).
Perkumpulan sandiwara Orion berdiri di Batavia pada 1925. Rombongan sandiwara ini didirikan serta dipimpin oleh Tio Tek Djien Junior. Tio merupakan seorang terpelajar pertama yang menekuni secara serius kesenian sandiwara modern. Dia lulusan sekolah dagang Batavia. Primadona mereka adalah Miss Riboet. Selain sebagai istri Tio, Riboet juga terkenal dengan permainan pedangnya. Ia sangat menonjol ketika memerankan seorang perampok perempuan dalam lakon Juanita de Vega karya Antoinette de Zerna. Selanjutnya perkumpulan ini terkenal dengan nama Miss Riboet Orion (Sumardjo, 2004: 115).
Perkumpulan ini semakin mengibarkan bendera ketenarannya setelah masuk seorang wartawan bernama Njoo Cheong Seng dan istrinya Fifi Young. Setelah masuknya Njoo Cheong Seng dan Fifi Young, perkumpulan ini meninggalkan cerita-cerita khayalan yang pada masa stambul dan bangsawan lazim untuk dibawakan ke panggung (Pane, 1953: 9). Kemudian Njoo Cheong Seng menjadi tangan kanan Tio Tek Djien dan bertugas sebagai penulis lakon pada perkumpulan ini dan menghasilkan cerita-cerita, seperti Saidjah, R.A. Soemiatie, Barisan Tengkorak, dan Singapore After Midnight.
Pertunjukan Dardanella
Di tengah kepopuleran Miss Riboet Orion, berdiri perkumpulan sandiwara Dardanella di Sidoarjo pada 21 Juni 1926. Sebagaimana Miss Riboet Orion, Dardanella juga telah melakukan perubahan besar pada dunia sandiwara. Dardanella didirikan oleh A. Piedro, seorang Rusia yang bernama asli Willy Klimanoff (Ramadhan KH, 1984: 5. Pada 1929, untuk pertamakalinya Dardanella mengadakan pertunjukan di Batavia. Mulanya lakon-lakon yang dimainkan adalah cerita-cerita berdasarkan film-film yang sedang ramai dibicarakan orang, seperti Robin Hood, The Mask of Zorro, The Three Musketeers, The Black Pirates, The Thief of Baghdad, Roses of Yesterday, The Sheik of Arabia, Vera, dan Graaf de Monte Christo (Ramadhan KH, 1984: 74). Namun pada kunjungan keduanya di Batavia, mereka menghadirkan cerita mengenai kehidupan di Indonesia, seperti Annie van Mendoet, Lilie van Tjikampek, dan De Roos van Tjikembang. Cerita-cerita ini disebut dengan Indische Roman, yaitu cerita-cerita yang mengambil inspirasinya dari kehidupan Indonesia, dikarang dalam bahasa Belanda (Brahim, 1968: 116).
Pada tahun yang sama, seorang wartawan dari majalah Doenia Film, bernama Andjar Asmara, ikut masuk ke dalam perkumpulan ini, dan meninggalkan pekerjaannya sebagai wartawan di majalah tersebut. Seperti halnya Njoo Cheong Seng di Miss Riboet Orion, Andjar kemudian juga menjadi tangan kanan Piedro, dan bertugas sebagai penulis naskah perkumpulan. Andjar Asmara menulis beberapa naskah, seperti Dr. Samsi, Si Bongkok, Haida, Tjang, dan Perantaian 99 (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 12). Dardanella juga terkenal dengan pemain-pemainnya yang piawai memegang peranan dalam setiap pertunjukan. Para pemain ini terkenal dengan sebutan The Big Five. Anggota Perkumpulan Dardanella yang disebut The Big Five yaitu, Ferry Kock, Miss Dja, Tan Tjeng Bok, Riboet II, dan Astaman (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 11-12).
Persaingan untuk meraih perhatian publik antara Miss Riboet Orion dengan Dardanella terjadi di Batavia pada tahun 1931. Sebenarnya persaingan Miss Riboet Orion dengan Dardanella sudah mulai terlihat ketika dua perkumpulan ini memperebutkan “pengakuan nama” dari salah satu pemainnya, yaitu Riboet. Dalam dua perkumpulan ini ada satu pemain yang namanya sama. Ketika itu Dardanella yang sedang bermain di Surabaya, didatangi dan dituntut oleh Tio Tek Djien, pemimpin Miss Riboet Orion, karena Dardanella mempergunakan nama Riboet juga untuk seorang pemainnya. Tio berkata kepada Piedro, “Kami tidak senang Tuan mempergunakan nama yang sama, nama Riboet juga untuk pemain Tuan…kami menyampaikan gugatan, Miss Riboet hanya ada satu dan dia sekarang sedang bermain di Batavia”. Akhir dari perseteruan ini adalah mengalahnya Piedro kepada Tio dan merubah nama Riboet yang ada di Dardanella menjadi Riboet II (Ramadhan KH, 1982: 72).
Memang lazim terjadi persaingan antarperkumpulan sandiwara, terutama di kota besar seperti Batavia. Sebelum persaingan dengan Dardanella, Miss Riboet Orion juga pernah bersaingan dengan Dahlia Opera, pimpinan Tengkoe Katan dari Medan, persaingan ini berakhir dengan kemenangan pihak Orion (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 11). Wujud dari persaingan antara Miss Riboet Orion dan Dardanella ini adalah pecahnya perang reklame. Dardanella memajukan Dr. Samsi sebagai lakon andalan mereka, sedangkan Miss Riboet Orion dengan Gagak Solo. Dalam persaingan ini, Dardanella mengandalkan A. Piedro, Andjar Asmara, dan Tan Tjeng Bok, sedangkan Miss Riboet Orion mengandalkan Tio Tek Djien, Njoo Cheong Seng, dan A. Boellaard van Tuijl, sebagai pemimpinnya (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 12). Kedua wartawan dalam perkumpulan-perkumpulan itu bekerja dan memutar otak untuk membuat reklame propaganda yang, sedapat-dapatnya, memengaruhi pikiran publik.
Akhirnya Miss Riboet Orion harus menyerah kepada Dardanella. Riwayat Perkumpulan Sandiwara Miss Riboet Orion berakhir pada 1934, ketika penulis naskah mereka Njoo Cheong Seng dan Fifi Young, pindah ke Dardanella.
Dardanella menjadi semakin besar dengan hadirnya anggota-anggota baru seperti Ratna Asmara, Bachtiar Effendi, Fifi Young, dan Henry L. Duarte (seorang Amerika yang dilahirkan di Guam). Dalam Dardanella juga berkumpul tiga penulis lakon ternama, seperti A. Piedro, Andjar Asmara, dan Njoo Cheong Seng, di samping itu, perkumpulan ini diperkuat oleh permainan luar biasa dari bintang-bintang panggungnya seperti Miss Dja, Ferry Kock, Tan Tjeng Bok, Astaman, dan Riboet II.
Pada 1935, Piedro memutuskan untuk mengadakan perjalanan ke Siam, Burma, Sri Lanka, India, dan Tibet, untuk memperkenalkan pertunjukan-pertunjukan mereka. Perjalanan ini disebut Tour d’Orient. Dalam perjalanan itu tidak dipentaskan sandiwara, melainkan tari-tarian Indonesia seperti Serimpi, Bedoyo, Golek, Jangger, Durga, Penca Minangkabau, Keroncong, Penca Sunda, Nyanyian Ambon, dan tari-tarian Papua (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 13).
Tour d’Orient adalah perjalanan terakhir Dardanella. Setelah perjalanan itu Dardanella pecah. Dan kisah dua raksasa sandiwara ini pun berakhir…
(b)versi dua
*courtecy Mr Schlompe
Dua perkumpulan besar sandiwara berdiri pada 1925 dan 1926, Miss Riboet Orion dan Dardanella. Keduanya merajai dunia sandiwara kala itu. Mereka dikenal terutama karena pemain-pemainnya yang piawai berperan di atas panggung, cerita-ceritanya yang realis, dan punya seorang pemimpin kharismatik.
Kedua perkumpulan ini dikenal sebagai pembenih sandiwara modern Indonesia. Mereka merombak beberapa tradisi yang telah lazim pada masa stambul, bangsawan, dan opera, seperti: membuat pembagian episode yang lebih ringkas dari stambul, menghapuskan adegan perkenalan para tokoh sebelum bermain, menghilangkan selingan nyanyian atau tarian di tengah adegan, menghapus kebiasaan memainkan sebuah lakon hanya dalam satu malam pertunjukan, dan objek cerita sudah mulai berupa cerita-cerita asli, bukan dari hikayat-hikayat lama atau cerita-cerita yang diambil dari film-film terkenal (Oemarjati, 1971: 30-31). Rombongan sandiwara ini juga mulai menggunakan naskah untuk diperankan di atas pentas, menggunakan panggung pementasan, serta mulai mengenal peran seseorang yang mirip sutradara (pada masa itu lazim disebut programma meester, peran ini dimainkan oleh pemimpin perkumpulan).
Perkumpulan sandiwara Orion berdiri di Batavia pada 1925. Rombongan sandiwara ini didirikan serta dipimpin oleh Tio Tek Djien Junior. Tio merupakan seorang terpelajar pertama yang menekuni secara serius kesenian sandiwara modern. Dia lulusan sekolah dagang Batavia. Primadona mereka adalah Miss Riboet. Selain sebagai istri Tio, Riboet juga terkenal dengan permainan pedangnya. Ia sangat menonjol ketika memerankan seorang perampok perempuan dalam lakon Juanita de Vega karya Antoinette de Zerna. Selanjutnya perkumpulan ini terkenal dengan nama Miss Riboet Orion (Sumardjo, 2004: 115).
Perkumpulan ini semakin mengibarkan bendera ketenarannya setelah masuk seorang wartawan bernama Njoo Cheong Seng dan istrinya Fifi Young. Setelah masuknya Njoo Cheong Seng dan Fifi Young, perkumpulan ini meninggalkan cerita-cerita khayalan yang pada masa stambul dan bangsawan lazim untuk dibawakan ke panggung (Pane, 1953: 9). Kemudian Njoo Cheong Seng menjadi tangan kanan Tio Tek Djien dan bertugas sebagai penulis lakon pada perkumpulan ini dan menghasilkan cerita-cerita, seperti Saidjah, R.A. Soemiatie, Barisan Tengkorak, dan Singapore After Midnight.
Di tengah kepopuleran Miss Riboet Orion, berdiri perkumpulan sandiwara Dardanella di Sidoarjo pada 21 Juni 1926. Sebagaimana Miss Riboet Orion, Dardanella juga telah melakukan perubahan besar pada dunia sandiwara. Dardanella didirikan oleh A. Piedro, seorang Rusia yang bernama asli Willy Klimanoff (Ramadhan KH, 1984: 58). Pada 1929, untuk pertamakalinya Dardanella mengadakan pertunjukan di Batavia. Mulanya lakon-lakon yang dimainkan adalah cerita-cerita berdasarkan film-film yang sedang ramai dibicarakan orang, seperti Robin Hood, The Mask of Zorro, The Three Musketeers, The Black Pirates, The Thief of Baghdad, Roses of Yesterday, The Sheik of Arabia, Vera, dan Graaf de Monte Christo (Ramadhan KH, 1984: 74). Namun pada kunjungan keduanya di Batavia, mereka menghadirkan cerita mengenai kehidupan di Indonesia, seperti Annie van Mendoet, Lilie van Tjikampek, dan De Roos van Tjikembang. Cerita-cerita ini disebut dengan Indische Roman, yaitu cerita-cerita yang mengambil inspirasinya dari kehidupan Indonesia, dikarang dalam bahasa Belanda (Brahim, 1968: 116).
Pada tahun yang sama, seorang wartawan dari majalah Doenia Film, bernama Andjar Asmara, ikut masuk ke dalam perkumpulan ini, dan meninggalkan pekerjaannya sebagai wartawan di majalah tersebut. Seperti halnya Njoo Cheong Seng di Miss Riboet Orion, Andjar kemudian juga menjadi tangan kanan Piedro, dan bertugas sebagai penulis naskah perkumpulan. Andjar Asmara menulis beberapa naskah, seperti Dr. Samsi, Si Bongkok, Haida, Tjang, dan Perantaian 99 (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 12). Dardanella juga terkenal dengan pemain-pemainnya yang piawai memegang peranan dalam setiap pertunjukan. Para pemain ini terkenal dengan sebutan The Big Five. Anggota Perkumpulan Dardanella yang disebut The Big Five yaitu, Ferry Kock, Miss Dja, Tan Tjeng Bok, Riboet II, dan Astaman (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 11-12).
Persaingan untuk meraih perhatian publik antara Miss Riboet Orion dengan Dardanella terjadi di Batavia pada tahun 1931. Sebenarnya persaingan Miss Riboet Orion dengan Dardanella sudah mulai terlihat ketika dua perkumpulan ini memperebutkan “pengakuan nama” dari salah satu pemainnya, yaitu Riboet. Dalam dua perkumpulan ini ada satu pemain yang namanya sama. Ketika itu Dardanella yang sedang bermain di Surabaya, didatangi dan dituntut oleh Tio Tek Djien, pemimpin Miss Riboet Orion, karena Dardanella mempergunakan nama Riboet juga untuk seorang pemainnya. Tio berkata kepada Piedro, “Kami tidak senang Tuan mempergunakan nama yang sama, nama Riboet juga untuk pemain Tuan…kami menyampaikan gugatan, Miss Riboet hanya ada satu dan dia sekarang sedang bermain di Batavia”. Akhir dari perseteruan ini adalah mengalahnya Piedro kepada Tio dan merubah nama Riboet yang ada di Dardanella menjadi Riboet II (Ramadhan KH, 1982: 72).
Memang lazim terjadi persaingan antarperkumpulan sandiwara, terutama di kota besar seperti Batavia. Sebelum persaingan dengan Dardanella, Miss Riboet Orion juga pernah bersaingan dengan Dahlia Opera, pimpinan Tengkoe Katan dari Medan, persaingan ini berakhir dengan kemenangan pihak Orion (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 11). Wujud dari persaingan antara Miss Riboet Orion dan Dardanella ini adalah pecahnya perang reklame. Dardanella memajukan Dr. Samsi sebagai lakon andalan mereka, sedangkan Miss Riboet Orion dengan Gagak Solo. Dalam persaingan ini, Dardanella mengandalkan A. Piedro, Andjar Asmara, dan Tan Tjeng Bok, sedangkan Miss Riboet Orion mengandalkan Tio Tek Djien, Njoo Cheong Seng, dan A. Boellaard van Tuijl, sebagai pemimpinnya (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 12). Kedua wartawan dalam perkumpulan-perkumpulan itu bekerja dan memutar otak untuk membuat reklame propaganda yang, sedapat-dapatnya, memengaruhi pikiran publik.
Akhirnya Miss Riboet Orion harus menyerah kepada Dardanella. Riwayat Perkumpulan Sandiwara Miss Riboet Orion berakhir pada 1934, ketika penulis naskah mereka Njoo Cheong Seng dan Fifi Young, pindah ke Dardanella.
Dardanella menjadi semakin besar dengan hadirnya anggota-anggota baru seperti Ratna Asmara, Bachtiar Effendi, Fifi Young, dan Henry L. Duarte (seorang Amerika yang dilahirkan di Guam). Dalam Dardanella juga berkumpul tiga penulis lakon ternama, seperti A. Piedro, Andjar Asmara, dan Njoo Cheong Seng, di samping itu, perkumpulan ini diperkuat oleh permainan luar biasa dari bintang-bintang panggungnya seperti Miss Dja, Ferry Kock, Tan Tjeng Bok, Astaman, dan Riboet II.
Pada 1935, Piedro memutuskan untuk mengadakan perjalanan ke Siam, Burma, Sri Lanka, India, dan Tibet, untuk memperkenalkan pertunjukan-pertunjukan mereka. Perjalanan ini disebut Tour d’Orient. Dalam perjalanan itu tidak dipentaskan sandiwara, melainkan tari-tarian Indonesia seperti Serimpi, Bedoyo, Golek, Jangger, Durga, Penca Minangkabau, Keroncong, Penca Sunda, Nyanyian Ambon, dan tari-tarian Papua (Tzu You dalam Sin Po, 1939: 13).
Tour d’Orient adalah perjalanan terakhir Dardanella. Setelah perjalanan itu Dardanella pecah. Dan kisah dua raksasa sandiwara ini pun berakhir…
b)teater Miss Riboet’s Oreon (1925)
c)It is easy to guess the excitement caused by the upcoming event in the island.And yet, life went on as usual: Miss Riboet – a popular actress and singer backthen – performing on stage garnering applause and favourable reviews in the island’s journals, cigarette and beauty cream advertisements, the automobile andthe new man – The Sportsman – coaxed out of the tennis and golf worlds by theworld of fashion…putting Singapore on the movie map with his filmBring’em Back Alive. Not to mention Wheeler and Woolsey, a pair of British comedians, who, in their day, were more popular than Laurel and Hardy. Much excitement was caused whenthe much-loved Charlie Chaplin and his brother arrived in Singapore in 1932 on their way to the Dutch Indies. Certainly, the Hollywood connection created the image of ‘Cesspool of the East’ for Singapore. Singapore was the object of fascination for movie-makers, writers, travelers, real Kings and Queens or theones populating the screens of the newest art.c)pada 25 November 1950 bersama satu rombongan bintang Indonesia termasuk Fifi Young (pelakon filem Zoebaida) dan Miss Riboet Rawit. datang di singapore.
KISAH SUAMI MISS RIBOET TIO TEK HONG
TIO TEK HONG SUMAI MISS RIBOET ADALAH SEORANG SAUDAGAR KAYA, ia memiliki firma penjualan gramohone and piring hitam.
Selain itu ia juga memproduksi kartupos bergambar kota batavia,lihat beberapa koleksi karya Tio Tek Hong dan illustrasi dari majallah Kiekies van Java folk and landen dibawah ini;
.
Uitgave : Tio Tek Hong, Weltevreden (Batavia). No. 1045
Topeng is a style or genre of masked dance and theatre, with music : West Java. We see here a Betawi (Batavia, now Jakarta) group. A search for the expression will turn up wikipedia and other sources; this is pretty good : Henry Spiller, “Topeng Betawi: The Sounds of Bodies Moving”. Asian Theatre Journal 16:2 (1999) : 260-267 (accessed 28 January 09)
.
PS MORE COLLECTIONS LOOK AT MY CYBERMUSEUM,PLEASE CLICK hhtp://www.Driwancybermuseum.wordpress.com
the end @ copyright Dr Iwan suwandy 2011
Read Full Post »